JAKARTA, KOMPAS.com — Pancasila, sebuah ideologi dan
falsafah Indonesia, merupakan hasil final perjuangan umat Islam.
Nadhlatul Ulama berkewajiban mengamankan pengertian dan pengamalan yang
benar, murni, dan konsekuen.
"Dengan demikian, tidak perlu ada
aspirasi untuk mendirikan negara Islam karena nilai-nilai dan aspirasi
Islam telah diejawantahkan dalam Pancasila," kata Ketua Pengurus Besar
NU Said Aqil Siroj ketika menyampaikan pidato berjudul "Menegakkan
Kembali Pancasila" pada Peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di
Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (1/6/2012).
Turut hadir pada
peringatan ini, di antaranya, Wakil Presiden Boediono dan Ibu Herawati
Boediono, Presiden ke-3 RI BJ Habibie, Presiden ke-5 RI Megawati
Soekarnoputri, serta Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno, Wakil Presiden
ke-9 RI Hamzah Haz, dan Wakil Presiden ke-10 RI M Jusuf Kalla, pimpinan
fraksi di Parlemen, dan lainnya.
Said mengatakan, setiap individu
ataupun organisasi yang secara terang-terangan melawan ideologi
Pancasila harus ditetapkan sebagai organisasi kriminal, bahkan
subversif, dan tidak boleh mengembangkan ajarannya di Indonesia. Tanpa
merinci, Said mengatakan, banyak hukum dan undang-undang yang
bertentangan dengan Pancasila.
Menurut Said, hukum dan
undang-undang tersebut perlu ditinjau kembali karena jelas-jelas
merugikan, merusak, dan menyengsarakan rakyat dan negara Indonesia.
"Padahal, jelas, tujuan Pancasila adalah untuk menciptakan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Said.
Terkait polemik
Hari Lahir Pancasila yang dinilai Said membahayakan dan dapat
mengaburkan nilai sejarahnya, pimpinan lembaga tinggi negara harus tegas
mengambil keputusan bahwa Pancasila lahir pada 1 Juni 1945.
"Ini
dinyatakan oleh penggalinya sendiri, yaitu Bung Karno, serta dibenarkan
para ulama seperti KH Wahab Hasbullah dan KH Saifuddin Zuhri. Dengan
penegasan ini diharapkan tidak akan terjadi pergeseran terhadap sejarah
dan status Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia," kata
Said.
No comments:
Post a Comment