Masyarakat di kawasan hutan di Goa Cina, Sitiarjo-Sumbermanjing Wetan begitu mengebu-gebu untuk memperjuangkan anak-anak mereka agar mendapatkan pendidikan yang layak, mereka menyadari pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka sebagai bekal di masa yang akan datang. Akses pendidikan bagi mereka sangat jauh bila ditempuh, sehingga banyak dari anak-anak mereka yang tidak sekolah gara-gara jaraknya yag terlalu jauh dari pemukiman mereka. Pilihannya adalah ke Sendang Biru atau ke Bajulmati. Namun kedua daerah tersebut terhitung jauh, ada pertimbangan sendiri untuk antar-jemput bagi anak-anaknya untuk bersekolah sebab mereka harus berjuang dengan alam demi sesuap nasi di hutan.
Ada sebuah keinginan kuat bagi mereka untuk membuat sekolahan yang layak di kawasan hutan, namun terhalang oleh prosedur yang bertele-tele dan saling berbenturan. Disamping itu persoalan guru yang mau mengajar di daerah terpencil dan tak ada gaji sama sekali itu juga menjadi kendala.
Drs. Shohibul Izar seorang sarjana berasal Mojokerto-Jatim mendedikasikan dirinya untuk menolong mereka bersama adik kandungnya, Mahbub Junaidi, merintis pendidikan yang sangat murah bahkan cenderung gratis tapi tetap berkualitas. Keduanya mulai terjun di Dusun Bajulmati-Gedangan-Malang sejak tahun 1990an dengan berbekal tekad yang kuat dan atas dorongan/restu dari KH. Masduqi Machfudz, seorang Kyai Kharismatik dari Malang yang punya kepedulian yang sangat besar pada nasib orang-orang pinggiran terutama dalam hal pendidikan.
Banyak hal yang perlu digarap di daerah pinggiran yang rata-rata mereka termarjinalkan oleh penguasa dalam segala hal, sangat tidak adil bila melihat kondisi riil antara daerah yang sudah maju dengan daerah yang masih tertinggal/jauh dari pusat kekuasaan. Penyebaran/pemerataan pendidikan juga sangat timpang di daerah-daerah yang infrastrukturnya masih jauh dari ideal. Dari sisi kuantitas/jumlah guru yang jauh dari jumlah kebutuhan, begitu juga kualitasnya, guru, sangat memprihatinkan. Sedangkan daerah yang sudah maju, rata-rata kegemukan/kelebihan jumlah guru dan kualitasnya jauh lebih baik dari guru-guru yang ada di pinggiran. Problema, dilema. Hanya orang-orang yang berjiwa besar saja yang mau terjun di daerah-daerah tersebut, walau tanpa ada gaji sekalipun.
Contoh konkrit di Bajulmati dan sekitarnya, ada TK yang tak berdidnding, itupun hasil jerih payah mereka sendiri demi anaknya agar bisa belajar tanpa harus kepanasan dan kehujanan. Walau dengan tempat yang seadanya, anak-anak tetap semangat untuk menuntut ilmu demi masa depan mereka yang lebih baik.
Bersama Tokoh Masyarakat, Drs. Shohibul Izar berembuk di salah satu TK yang beliau 'ciptakan' di gubuk di tengah ladang. Foto diambil Mahbub Junaidi 4 April 2012 |
Suasana Belajar di TK Harapan II Goa Cina, P. Nur dengan telaten mengajari anak-anak menulis |
Hanya berbekal semangat untuk maju mereka tetap berjalan, walau tak ada gaji sepeserpun |
No comments:
Post a Comment