Monday 18 March 2013

Bajulmati:: Akademi Komunitas



Potensi Yang Terpendam

Bajulmati adalah sebuah Dusun paling selatan-ujung dari kabupaten Malang, yang berjarak kurang lebih 80 KM dari pusat kota Malang atau 3 jam perjalanan menggunakan kendaraan pribadi. Bajulmati masuk Desa Gajahrejo Kecamatan Gedangan  Kabupaten Malang. Bajulmati bisa kita tempuh dengan perjalanan melalui Kecamatan Turen terus ke arah Kecamatan Sumbermanjing Wetan menuju Pantai Sendangbiru, setelah itu ke arah barat menuju Bajulmati yang berjarak sekitar 7 KM dari Sendangbiru. Begitu memasuki wilayah Bajulmati, anda akan disambut dengan kemegahan Jembatan Bajulmati yang begitu mempesona-kepenatan selama perjalanan akan terobati oleh sambutan lambaian Jembatan Bajulmati yang nan elok pemandangannya. Letak geografisnya yang begitu jauh dari hiruk pikuk keramaian ternyata menyimpan banyak potensi yang -wajib-diketahui oleh banyak orang. Dalam potensi alamnya, kultur masyarakatnya maupun perkembangan pendidikannya.  Mengundang rasa ingin tahu.

Orang tidak akan tertarik sama sekali terhadap Bajulmati kalau belum pernah mendengar cerita tentang Bajulmati atau melihat secara langsung kehidupan Bajulmati yang sebenarnya. Namun apabila sudah melihat dari dekat tentang Bajulmati, maka sulit rasanya untuk meninggalkan Dusun yang kecil dan pinggiran tersebut. Banyak hal yang bisa kita pelajari dari dusun terpencil tersebut.

Bajulmati memang Dusun Pinggiran, namun tak mau terpinggirkan oleh perkembangan zaman, tidak mau ketinggalan dari daerah lain yang sudah lebih maju. Masyarakatnya yang ramah, anak-anaknya yang semangat untuk maju membuat Bajulmati menjadikan  dusun yang banyak diperbincangkan oleh orang-orang yang pernah berkunjung kesana, seakan mereka ingin 1000 kali lagi datang ke Bajulmati.

Di Bajulmati ada Pemberdayaan, Pendidikan, Keagamaan, Kemasyarakatan, Wisata yang alami, Kearifan Lokal yang mulai sulit kita temukan di tempat lain.
Pemberdayaan ekononomi, kewirausahaan dan kelompok-kelompok belajar usaha. kegiatan ini untuk menekan angka urbanisasi dan mengurangi minat masyarakat untuk pergi ke luar negeri menjadi TKI/TKW. Masyarakat mulai meraskan program ini, betapa besar potensi alam yang ada di lingkungannya sendiri tanpa harus urbanisasi dan menjadi TKI/TKW.

Bajulmati saat ini menjadi sorotan tentang perkembangan pendidikan yang dilaksanakan oleh masyarakat lokal tanpa sentuhan dari pihak pemerintah, mereka menyelenggarakan pendidikan berbasis komunitas/akademi komunitas. Mereka mengajarkan pertanian tidak perlu mahal-mahal memanggil sarjana pertanian atau Profesor pertanian, tapi cukup memanggil ‘Prof. paijo’ petani setempat untuk mengajari bertani yang baik dan sukses di lingkungannya. ‘Prof. Paijo’ yang paham benar tentang karakter tanah, perubahan musim, tanaman yang cocok untuk lingkungannya- akan mengajari secara detail di lapangan-praktek lansung. Sehingga ‘terapi’ yang berikan oleh ‘Prof. Paijo’ begitu menyasar dengan kondisi dan situasi daerah Bajulmati, tanpa harus identifikasi, analisa dan sebagainya terhadap apa yang harus dilakukan oleh petani.

Potensi Wisata: Pantai yang elok/alami, Menyusuri Sungai, Ekspedisi 1000 Goa, Out Bond. Semuanya masih alami dan betul-betul mengundang decak kagum. Semuanya dipandu oleh tenaga yang terlatih secara alami.

Tokoh dibalik itu, ada Mahbub Junaidi (penulis), Shohibul Izar. Keduanya sudah 20 tahun lebih ‘membangun’ Bajulmati lewat Pendidikan dan kemasyarakatan. Dua orang tersebut berasal dari Mojokerto-Jawa Timur yang mendedikasikan dirinya demi kemajuan Bajulmati. Mahbub Junaidi dan Shohibul Izar di Bajulmati sejak Juli 1989 tanpa ada yang menggaji dan tidak mempunyai pekerjaan tetap kecuali memikirkan kemajuan pendidikan di Bajulmati dan sekitarnya. Keduanya sudah sangat melekat di hati masyarakat Bajulmati sebagai tokoh dalam segala hal.

Ternyata masih ada orang yang peduli terhadap nasib bangsa ini tanpa mengharap imbalan suatu apapun. Sangat mustahil rasanya di zaman yang serba uang ini masih ada orang mau ‘bekerja’  tanpa digaji oleh pihak manapun dan tak pernah sedikitpun tergiur oleh ‘iming-iming’ jabatan/predikat duniawi, padahal keduanya adalah sarjana. [ ]




Thursday 7 March 2013

KH. Marzuki Mustamar, Imam Besar DENSUS 26 - Singa Pembela Aswaja dari Malang Jawa Timur

KH. Marzuki Mustamar-Imam Besar DENSUS 26

Penampilan beliau sederhana dan apa adanya. Beliau tidak pernah neko-neko. Karena begitu sederhananya, kadang orang tidak mengira bahwa beliau adalah seorang kyai. Di balik kesederhanaan beliau tersimpan lautan ilmu yang begitu luas. Kiprah beliau di masyarakat sudah tidak diragukan lagi, hampir tiada waktu tanpa berdakwah. Di usianya yang masih muda, sangat energik dalam setiap penampilannya namun tetap santun terhadap siapapun, terutama kepada Kyai-kyai sepuh di kalangan NU. Bahkan kepada santri sekalipun tetap santun. Gaya bicara beliau yang tegas dan lugas menjadi salah satu ciri khas beliau.


Rajin Ngaji Sejak Kecil

Kyai Marzuki lahir di kota Blitar, di desa kecil, Karangsono Kecamatan Kanigoro. Sungguh beruntung Kyai Marzuki karena dilahirkan di lingkungan keluarga yang taat beribadah sekaligus mengerti agama. Ya, abahnya adalah seorang kyai. Alhasil, sejak kecil Kyai Marzuki dibesarkan dan dididik oleh kedua orang tua beliau dengan disiplin ilmu yang tinggi. Di bawah pengawasan orang tua beliau inilah putra dari Kyai Mustamar dan Nyai  Siti Zainab ini mulai belajar  al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu agama.

Selain dididik disiplin ilmu yang tinggi, ternyata beliau waktu kecil sudah dididik tentang kemandirian agar memiliki etos kerja yang tinggi dengan cara memelihara kambing dan ayam petelur milik Bu Lik Umi Kultsum. Dengan memelihara kambing dan ayam petelur inilah, beliau mendapat pelajaran bagaimana membimbing umat islam, dan bagaimana menjadi pemimpin

Saat duduk di kelas 4 Madrasah Ibtidaiyah sampai sebelum belajar di Malang, anak kedua dari delapan bersaudara ini mulai belajar ilmu  nahwu, shorof, tasawuf dan ilmu fikih  kepada Kyai Ridwan dan Kyai-Kyai lain di Blitar. Sejak SMP, beliau diminta mengajar Al-Qur’an dan kitab-kitab kecil lainnya kepada anak-anak dan tetangga beliau. Pada usia yang masih belia tersebut, beliau sudah mengkhatamkan dan faham kitab Mutammimah pada saat beliau kelas 3 SMP.

Selepas dari SMP Hasanuddin, beliau melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri Tlogo Blitar. Kyai Marzuki muda merupakan pemuda yang beruntung sebab di usia beliau yang masih belia itu, beliau sudah mendalami ilmu agama ke beberapa orang kyai di Blitar. Di antaranya, beliau  mendalami ilmu balaghoh dan ilmu mantek kepada Kyai Hamzah. Mendalami ilmu fikih kepada Kyai Abdul Mudjib dan ngaji Ilmu Hadits kapada Kyai Hasbullah Ridwan.

Ketika beliau duduk di bangku Aliyah, beliau sudah khatam kitab Hadits Muslim dan kitab-kitab kecil lainnnya. Sebelum beliau belajar di Malang, selama di Blitar yang mengajar beliau adalah Orangtua beliau, Kyai Hasbullah Ridwan yang masih eyang beliau, Kyai Hamzah dan Kyai Mujib adalah guru beliau di MAN Tlogo.


Setamat dari MAN Tlogo pada tahun 1985, kyai kelahiran 22 September 1966 ini melanjutkan jenjang pendidikan formalnya di IAIN (sekarang UIN Maulana Malik Ibrahim) Malang, yang waktu itu masih merupakan cabang IAIN Sunan Ampel Surabaya. Untuk menambah ilmu agama yang sudah beliau dapat, Kyai yang juga Anggota Komisi Fatwa MUI Kota Malang ini nyantri kepada KH. Masduqi Mahfudz di Pondok Pesantren Nurul Huda Mergosono-Malang. Mengetahui kecerdasan dan keilmuan Kyai Marzuki yang di atas rata-rata santrinya yang lain, akhirnya KH. Masduqi Mahfudz memberi amanah kepada Kyai Marzuki untuk membantu mengajar di pesantrennya, meskipun saat itu Kyai Marzuki masih berusia 19 tahun. "Saat itu saya diminta untuk mengajar kitab Fathul Qorib bab buyuu’ (jual-beli),” Kenang kyai yang juga Dosen Fakultas Humaniora dan Budaya UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ini.

Selain itu, Kyai Marzuki juga beruntung, karena beliau seringkali  diminta untuk mendampingi dakwah KH. Masduqi Mahfudz saat mengisi pengajian maupun dalam rapat-rapat organisasi kemasyarakatan. Dari sinilah Kyai Marzuki mulai mengetahui betapa beratnya tugas seoarang ulama dalam mengayomi ummat. Dari gurunya yang juga Rois Syuriah NU Wilayah dan Ketua MUI Jawa Timur saat itu, Kyai Marzuki belajar akan keistikomahan menjadi seorang guru.  KH.  Masduqi Mahfudz itu meskipun pulang malam hari dari mengisi pengajian, beliau selalu membangunkan para santrinya untuk mengaji,” ungkap Kyai Marzuki.

Salah satu kelebihan beliau, saat masih duduk di bangku kuliah, Kyai Marzuki sudah biasa memberikan kursus nahwu kepada mahasiswa yuniornya. Namun, ternyata, banyak juga mahasiswa yang tidak hanya belajar nahwu, namun juga mengaji kitab kepadanya. Dengan begini, keilmuan beliau semakin terasah. Kemudian pada tahun 1987 Kyai berputra tujuh ini mendapatkan kesempatan  belajar di LIPIA Jakarta. Setelah menempuh dua tahun masa studinya di sana, Kyai Marzuki kembali ke Malang untuk membantu mengajar di Pesantren Nurul Huda, Mergosono-Malang dan melanjutkan kuliah S-1.

KH. Marzuki Bersama guru beliau, KH. Masduqi Mahfudz

 Membangun Rumah Tangga dan Pesantren

Pada tahun 1994, Kyai Marzuki memulai hidup baru. Beliau mempersunting salah seorang santri putri Pondok Nurul Huda, Mergosono-Malang  yang bernama Saidah. Sang istri merupakan putri Kyai Ahmad Nur yang berasal dari Lamongan. Kyai Marzuki sangat bersyukur sekali sebab gadis yang menjadi pendamping hidup beliau adalah seorang hafidzoh (hafal Al-qur’an).

Selang satu bulan setelah menikah, Kyai Marzuki bersama istri mencoba mengadu nasib dan hidup mandiri. Saat itu Kyai Marzuki memilih  daerah Gasek, Kecamatan Sukun sebagai tempat jujugan beliau. Pada mulanya, beliau mencari rumah kontrakan yang dekat dengan masjid. Dan akhirnya, beliau ngontrak di rumah salah seorang warga yang bernama pak Har. Setelah segala sesuatunya dianggap cukup, Kyai Marzuki akhirnya menempati tempat yang baru. Pada saat beliau boyongan, tak lupa santri-santri Pondok Nurul Huda ikut mengantarkan Kyai Marzuki boyongan ke tempat barunya dan membantu usung-usung barang-barang dan kitab-kitab guru mereka.

Tanpa diduga sebelumnya, pada hari pertama beliau menempati rumah itu, ternyata sudah banyak santri yang datang mengaji kepada beliau. Di rumah yang sederhana itulah Kyai Marzuki mengajar para santri beliau. Mereka yang waktu itu belajar merupakan cikal bakal santri dan pesantren beliau yang kini menjadi benteng utama umat di wilayah Gasek. Karena santrinya semakin bertambah banyak maka rumah beliau tidak memadai sebagai tempat belajar mereka. Namun, alhamdulillah, Allah SWT memberikan jalan. Waktu itu di daerah Gasek sudah ada Yayasan Sabilurrosyad yang sudah memiliki lahan luas. Namun, setelah beberapa tahun didirikan Yayasan ini belum bisa berkiprah secara optimal. Akhirnya Kyai Marzuki bekerjasama dengan Yayasan Sabilurrosyad mendirikkan sebuah pesantren dengan Nama Sabilurrosyad.

Selain sibuk membimbing para santri, kyai yang pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Bahasa Arab Universitas Islam Malang ini juga disibukkan dengan urusan ummat. Tiada hari tanpa memberikan pengajian atau mauidzhoh kepada umat. Mulai mengisi pengajian dari masjid ke majid, blusukan keliling kampung dan lain sebagainya. Saat ini, Kyai Marzuki juga aktif di berbagai organisasi kegamaan di antara sebagai Ketua Tanfidiyah PCNU Kota Malang dan anggota Komisi Fatwa MUI Kota Malang. 


Kedalaman ilmunya sangat dirasakan oleh umat. Sebagai contoh  beliau menyusun sebuah  kitab (AL MUQTATHOFAT LI AHLIL BIDAYAT), tentang dasar-dasar atau dalil-dalil amaliyah yang dilakukan oleh warga nahdhiyyin. Melalui kitab ini, Kyai Marzuki ingin membuka mata umat bahwa amalan mereka ada dasar hukumnya, sekaligus menjawab tuduhan-tuduhan orang-orang yang tidak setuju dengan sebagian amaliyah warga Nahdhiyyin. Saking hebat dan lugasnya beliau menerangkan itu semua, sampai-sampai KH. Baidhowi Muslih, Ketua MUI Kota Malang memberi julukan "Hujjatu NU". "Kalau Imam al-Ghozali dikenal sebagai Hujjatul Islam, maka Kyai Marzuki ini Hujjatu NU" Demikian pernyataan KH. Baidhowi Muslih dalam beberapa kesempatan. 
   
Akhir-akhir ini beliau banyak memberikan pelatihan/pemahaman Ahlus Sunnah Waljamaah di berbagai daerah seluruh Indonesia, melalui DENSUS 26 (pendidikan Khusus Dai Ahlus Sunnah Wal Jamaah 1926), yakni khataman kitab beliau (Al Muqtathofat Li Ahlil Baidayat) selama 2 hari di tiap-tiap kota, baik Jawa Tengah maupun Jawa Timur bahkan di Sumatra, Kalimantan dan Papua.
Aktifitas Beliau di DENSUS 26
  
Disamping itu beliau juga membina kelompok pengajian Cangkru'an Gus Dur di berbagai daerah, Lamongan, Mojokerto(Mojopahit Raya), Nganjuk, Malang Raya. Khusus di Malang Raya dan Mojopahit Raya jamaahnya sangat beraneka ragam kalangan, ada yang seorang Doktor, pejabat, santri biasa, orang awam bahkan ada yang mantan anak jalanan dan kelompok-kelompok yang tadinya  terjerumus pada lembah hitam. Berkat sentuhan tangan dingin beliau, menjadikan mereka (jamaah) menjadi istiqomah dalam menuntut ilmu/mengaji.



 Meski kegiatan beliau sangat padat, namun, Kyai yang juga penasehat FKUB ini tetap berusaha untuk menjadi orangtua yang baik. Beliau begitu dekat dan akrab dengan anak-anak beliau yang masih kecil-kecil itu. Tak jarang pula, beliau ikut mengantarkan atau menjemput putra putri beliau sekolah. Dari hasil pernikahan dengan Bu Nyai Saidah, Kyai Marzuki dikaruniai tujuh orang putra. Dua laki-laki dan lima perempuan. Semua putra putrinya disekolahkan di SD Sabilillah Blimbing. Kecerdasan Kyai Marzuki sepertinya menurun kepada putra-putrinya, terbukti dengan nilai mereka yang seringkali mendapat nilai sempurna termasuk pelajaran eksakta. Bahkan beberapa waktu yang lalu putri beliau menjadi juara Olimpiade Matematika di Yogyakarta.


Curriculum Vitate
 Nama        : KH. Marzuki Mustamar

TTL            : Blitar, 22 September 1966       

Alamat      : PP. Sabilurrosyad Gasek Malang Telp.(0341) 564446

Pendidikan:

1.      TK Muslimat Karangsono Kanigoro, Blitar  tahun 1972

2.      MI. Miftahul ‘Ulum, Tahun 1979

3.      SMP Hasanuddin, Tahun 1982

4.      MAN Tlogo, Tahun 1985

5.      PP. Nurul Huda, Mergosono, Malang        

6.      LIPIA Jakarta, Tahun 1988

7.      S-1 IAIN Malang, Tahun 1990

8.      S-2 UNISLA Tahun, 2004    

Istri: Hj. Saidah

Putra-Putri:

1.      Habib Nur Ahmad

2.      Diana Nabila

3.      Millah Shofiya

4.      M. ‘Izzal Maula

5.      ‘Izza Nadila

6.      Rossa Rahmania             

7.      Dina Roisah Kamila

Jabatan:

1.      Ketua Tanfidiyah PCNU Kota Malang

2.      Pengasuh Pondok Pesantren Sabilurrosyad

3.      Anggota Komisi Fatwa MUI Kota Malang

4.      Dosen Humaniora dan Budaya UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

5.      Penulis tetap di Media Ummat rubrik Mutiara Hadits dan Tanya Jawab



Semoga Manfaat dan Menginspirasi pada kita semua untuk selalu berbuat baik
Sumber : http://www.pesantren-gasek.net/index1.php?kode=25

Wednesday 6 March 2013

Menuntut Ilmu::Belajar Sepanjang Masa

Belajar Tak Mengenal Usia
Kita mempunyai kewajiban untuk BELAJAR, bukan kewajiban untuk Pandai/Pinter
Sebab kalau BELAJAR tidak ada batas ruang dan waktu, sedangkan kalau sudah pandai atau pinter maka akan terbatasi oleh jangka waktu