Friday 18 October 2013

Sekolah Darurat di Negara Indonesia Merdeka

Pong Sahidy, Penulis Buku Jam Kosong
  01 September 2013


Adalah kondisi Taman Kanak-Kanak Tunas Harapan dan Gua Cina di dusun Bajulmati Kec. Gedangan Kab. Malang menjadi pemantik keluarnya pernyataan spontan: ini sekolah apa kandang ayam. Bagaimana tidak? TK Tunas Harapan terletak di atas bukit. Kondisinya - menirukan pendapat seorang teman yang baru pertama kali berkunjung ke Bajulmati - seperti kandang ayam. Terkesan darurat dan apa adanya. Kondisi ini sudah jauh lebih baik dari sejak pertama kali TK ini dirintis.

Di tengah padatnya kegiatan homestay di dusun Bajulmati, siswa kelas 6 pun diajak berkunjung ke TK Gunung ini agar mereka menyaksikan sendiri ada sekolah “darurat” di negara Indonesia merdeka.
Di bawah rindang pepohonan tanya jawab berlangsung.
“Mengapa sekolahnya diletakkan di atas gunung?”
“Kok dindingnya dari kawat?”
“Mengapa mainan ayunannya cuma satu?”

Atas beragam pertanyaan itu, Pak Mahbub Junaidi, salah seorang perintis pendidikan di Bajulmati menjelaskan, TK Tunas Harapan dipindah ke atas gunung setelah terjadi banjir besar melanda dusun Bajulmati. Keselamatan siswa menjadi pertimbangan utama.

Pertama kali berdiri TK Tunas Harapan memiliki enam siswa. Kegiatan belajar dilakukan di kediaman Bapak Shohibul Izar. Dengan hanya satu papan tulis usang Pak Izar dan Pak Mahbub nekat melayani pendidikan anak-anak usia TK. Atas keterlibatan warga yang mulai peduli karena merasakan manfaat keberadaan TK Tunas Harapan, beberapa fasilitas sederhana mulai terpenuhi.

Para dermawan dari luar Bajulmati yang peduli juga turut andil memberdayakan pendidikan. Kawat yang menjadi dinding TK Tunas Harapan adalah sumbangan seorang dosen di kota Malang. Kelompok pengajian ibu-ibu kota Malang juga berbagi kebahagiaan bersama bocah-bocah dusun. Mainan ayunan di TK Gua Cina adalah wujud kepedulian ibu-ibu itu.

Hingga kini kedua pengabdi, Pak Izar dan Pak Mahbub, belum memiliki rumah di Bajulmati. “Jadi, selama hampir dua puluh tahun saya dan Pak Izar tidak memiliki rumah pribadi di sini. Semuanya bisa berjalan berkat kepedulian warga,” ungkap  Mahbub Junaidi.
Menjawab pertanyaan salah satu anak, mengapa selalu ada kata Harapan di setiap nama sekolah, Pak Mahbub Junaidi menjelaskan bahwa bocah-bocah di Bajulmati harus tetap punya semangat dan harapan. Dusun yang terpencil ini harus bangkit. Caranya adalah dengan memberdayakan diri sendiri. Oleh karena itu, harapan dan cita-cita harus selalu menyala di dada setiap bocah Bajulmati. Dan lahirlah sekolah komunitas model orang dusun di Bajulmati.

Harapan itu dirintis dan diwujudkan dengan memberdayakan diri melalui pendidikan. Alam dusun Bajulmati adalah wujud kasih sayang Tuhan. Pendidikan merupakan realisasi tanggung jawab manusia atas kasih sayang Tuhan dengan mengolah kekayaan alam dan memanifestakan sifat-sifat Tuhan dalam kehidupan nyata.

Harapan yang selalu menyala itu diaktualisasikan dalam sikap mengabdi dan melayani. Dibutuhkan stamina perjuangan yang cukup panjang untuk mewujudkan perubahan. Kuncinya adalah kesanggupan menikmati proses melayani pada setiap hitungan detik, menit, jam, hari hingga tahun. Dari figur kakak beradik itu, Bapak Shohubul Izar dan Bapak Mahbub Junaidi, anak-anak serta guru pendamping SD Islam Roushon Fikr belajar sekaligus menyerap energi pengabdian yang tulus.

Hingga kini TK Tunas Harapan berada di atas gunung dan dikenal dengan TK Gunung. Dihidupi dan disengkuyung oleh warga dusun Bajulmati taman kanak-kanak ini melayani bocah-bocah dusun. Dikepalai oleh Bapak Sriyanto, anak muda yang peduli terhadap nasih masa depan pendidikan di dusunnya, TK Tunas Harapan setapak demi setapak meraih asa di tengah keterbatasan yang ada. Bekal mereka cuma satu tekad: bangkit dan berdaya.

Perjalanan anak-anak dilanjutkan ke TK Gua Cina. Nama TK ini diambil dari lokasi jalan yang menuju pantai Gua Cina. Wisatawan yang hendak menuju pantai Gua Cina akan lewat depan taman kanak-kanak yang pernah diminati Trans TV untuk tayang di acara Pengabdian.

Perjuangan mendirikan sekolah ini tidaklah mudah.  Dalam salah satu adegan Pengabdian Trans TV, sekolah ini dibakar oleh orang entah siapa dia. Pak Izar membenarkan adegan itu. Fakta dalam kejadian itu pernah benar terjadi. Dan sejuta tantangan dan pengorbanan yang lebih “sengsara” tersimpan erat dalam memori setiap pejuang dan pengabdi di Bajulmati.

Tiba di sana siswa kelas 6 SD Islam Roushon Fikr pun menyaksikan sekolah berlantai tanah, dinding setengah terbuka, dan “ruang pertemuan” yang luasnya hanya 2X4 m. Di benak anak-anak tak terbayangkan sekolah dengan bangunan dan fasilitas yang serba “miskin”.

“Kasihan anak-anak TK. Sekolahnya tidak terawat kayak gini,” ungkap Nandia. “Tapi saya bangga dengan mereka. Di tengah keterbatasan fasilitas, guru-guru dan siswanya tetap belajar dengan semangat.”
Mendengar penuturan Nandia hati saya bergetar. Kalimat bocah perempuan usia 12 tahun ini menampar saya. Special moment ini meruntuhkan mental block yang selama ini selalu menjadi pembenaran: bagaimana sekolah dapat maju jika fasilitasnya serba terbatas. Pembenaran yang selama ini membenam di alam bahwa sadar ambrol oleh pengalaman nyata menyaksikan jerih payah sahabat-sahabat pengabdi memajukan pendidikan di Bajulmati. Keterbatasan fasilitas bukanlah penghalang tekad untuk maju meraih harapan.
Anak-anak adalah guru ruhani terbaik bagi orang dewasa. Kalimatnya jernih. Tanpa tendensi dan tiada pamrih. Mereka jujur mengungkap fakta dan menangkap hikmah. Shinta menuturkan hal itu dengan gamblang.

“Di Bajulmati kita diajari rasa bersyukur. Teman-teman dan saudara-saudara kita di Bajulmati keadaannya lebih parah dari kita yang ada di Jombang. Jadi, kita harus pandai bersyukur.”
Subhaanallah. Kebenaran bagai embun pagi yang menetes dari kelopak muda daun-daun cantik di taman jiwa. Anak-anak kita setiap saat meneteskan embun kejernihan tiada tara dari bening jiwa mereka. Tuhan menghadirkan momen kunci (special moment) melalui perilaku dan kata-kata anak-anak kita. Hanya hati sebening kaca yang sigap menangkap dentingan mutiara kebenaran yang meluncur dari bibir mungil itu.
Di Bajulmati kasih sayang Allah hadir begitu nyata. []

No comments:

Post a Comment